Jumat, 28 Oktober 2011

PENGGUNAAN OTTAWA CHARTER SEBAGAI KERANGKA PIKIR DALAM PROGRAM PROMOSI KESEHATAN



Ottawa Charter atau Piagam Ottawa tahun 1986 merupakan hasil dari Konfrensi Internasional Pertama mengenai Promosi Kesehatan yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Ottawa, Kanada. Konfrensi tersebut adalah sebagai suatu respon terhadap harapan masyarakat dari seluruh dunia akan pergerakan dalam bidang kesehatan masyarakat baru.
Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kemampuan pengendalian untuk meningkatkan kesehatan mereka (Piagam Ottawa, 1986). Kesehatan adalah konsep positif yang menekankan pada sumber daya sosial dan individu, serta kemampuan fisik. Oleh karena itu, promosi kesehatan bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan, tetapi lebih merupakan gaya hidup sehat dari masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.
Promosi kesehatan merupakan proses sosial dan politik yang komprehensif, tidak hanya mencakup tindakan yang diarahkan untuk memperkuat keterampilan dan kemampuan individu, tetapi juga tindakan yang diarahkan pada perubahan sosial, kondisi lingkungan dan ekonomi sehingga dapat mengurangi dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan individu. Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendali dirinya atas faktor-faktor penentu kesehatan sehingga mampu meningkatkan potensi kesehatan mereka secara optimal. Partisipasi masyarakat sangat penting untuk mempertahankan keberadaan upaya-upaya promosi kesehatan.

Sesuai dengan konsep kesehatan sebagai hak asasi manusia yang fundamental, Piagam Ottawa menekankan beberapa persyaratan  untuk terciptanya suatu kondisi kesehatan adalah meliputi perdamaian, sumber daya ekonomi yang memadai, makanan dan tempat tinggal,  eko-sistem yang stabil dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan. Pengakuan ini menyoroti persyaratan mengenai  hubungan tak terpisahkan antara kondisi sosial dan ekonomi, lingkungan fisik, gaya hidup individu dan kesehatan. Jejaring ini memberikan kunci untuk memahami kesehatan holistik yang merupakan inti dari definisi promosi kesehatan.

Piagam Ottawa mengidentifikasikan 3 (tiga) strategi utama untuk pelaksanaan Promosi Kesehatan yaitu :
1.    Advokasi
Kesehatan merupakan sumber daya utama untuk pembangunan sosial, ekonomi dan individu, serta merupakan dimensi yang penting dari kualitas hidup. Faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, perilaku dan biologi dapat menjadi faktor yang memberi keuntungan bagi kesehatan atau justru bisa sebaliknya. Kegiatan promosi kesehatan bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi tertentu yang mampu mendukung upaya-upaya kesehatan melalui advokasi.
2.    Penerapan
Promosi kesehatan berfokus pada pencapaian keadilan dalam kesehatan. Tujuan dari kegiatan promosi kesehatan adalah mengurangi perbedaan status kesehatan dan memastikan semua orang mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang sama sehingga memungkinkan bagi semua orang untuk mencapai potensi kesehatan mereka sepenuhnya . Hal ini mencakup didalamnya adalah landasan yang aman dalam lingkungan yang mendukung, akses terhadap informasi, keterampilan, dan kesempatan untuk membuat pilihan yang sehat. Masyarakat tidak dapat mencapai potensi kesehatan mereka secara maksimal apabila mereka tidak mampu mengendalikan hal-hal yang menentukan kesehatan mereka sendiri. Ini harus berlaku sama untuk semua gender.
3.    Mediasi
Persyaratan dan prospek kesehatan tidak dapat dipastikan oleh sektor kesehatan saja, promosi kesehatan menuntut tindakan terkoordinasi dari semua pihak seperti pemerintah, sektor sosial dan ekonomi, organisasi non-pemerintah dan relawan, pemerintah daerah,  bidang industri dan media informasi. Semua lapisan masyarakat akan terlibat baik sebagai individu, keluarga dan komunitas. Kelompok profesional dan sosial serta tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab utama untuk memediasi kepentingan yang berbeda dalam masyarakat untuk mencapai tujuan kesehatan.

Dalam kaitannya antara Program Promosi Kesehatan dan Piagam Ottawa ini adalah dalam setiap suatu perencanaan upaya-upaya pencegahan penyakit melalui kegiatan Promosi Kesehatan, ke tiga landasan dasar dalam Piagam Ottawa dapat menjadi acuan pola pikir guna mencapai keberhasilan dalam kegiatan Promosi Kesehatan tersebut. Keberhasilan suatu kegiatan promosi kesehatan memerlukan keterlibatan banyak sektor, dalam hal inilah strategi-strategi advokasi perlu dicermati agar bisa merangkul semua sektor terkait guna memperkuat dan menjadi pendorong keberhasilan program. Bina Suasana yang kondusif akan menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat secara mandiri untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya secara maksimal sehingga percepatan pencapaian tujuan program promosi kesehatan dapat terealisasi. Gerakan pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi promosi kesehatan untuk melibatkan masyarakat berpartisipasi aktif dengan kesadaran penuh dalam melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatannya.

5 ( lima ) butir kesepakatan dalam Piagam Ottawa, yang menjadi Bidang Prioritas Tindakan dalam merencanakan Program Promosi Kesehatan meliputi :

1. Membangun Kebijakan Berwawasan Kesehatan ( Build Healthy public policy )
Membangun Kebijakan Berwawasan Kesehatan adalah menempatkan sektor kesehatan dalam agenda para pembuat kebijakan (policy makers) atau pembuat keputusan (decision makers). Para pembuat kebijakan atau pengambil keputusan harus menyadari konsukuensi kesehatan dari keputusan mereka, dan harus bertanggung jawab terhadap permasalahan kesehatan di masyarakatnya. Dalam proses pembangunan adakalanya aspek kesehatan sering diabaikan, oleh karena itu adanya kebijakan yang berwawasan kesehatan, diharapkan bisa mengedepankan proses pembangunan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kesehatan. Sebagai contoh ; dalam perencanaan pembangunan menara listrik tegangan tinggi di wilayahnya, para pengambil kebijakan dan pembuat keputusan harus benar-benar bisa memperhitungkan penempatan lokasinya, keuntungan dan kerugiannya bagi masyarakatnya. Juga dari segi kesehatan harus diperhatikan kemungkinan dampak radiasi yang akan ditimbulkan bagi masyarakat disekitar lokasi penempatan menara listrik tegangan tinggi tersebut.

2. Menciptakan Lingkungan yang mendukung ( Supportive environment ).
Promosi kesehatan harus bisa menciptakan kondisi lingkungan, baik tempat kerja maupun tempat tinggal yang aman dan nyaman. Untuk melakukannya perlu dilakukan penilaian yang sistematis dari perubahan dampak lingkungan. Lingkungan disini diartikan dalam pengertian luas. Baik lingkungan fisik (biotik, non biotik), dan lingkungan non fisik. Diharapkan tercipta lingkungan yang kondusif yang dapat mendukung terwujudnya masyarakat yang sehat. Sebagai contoh dalam menciptakan lingkungan yang mendukung adalah perencanaan jalur hijau didaerah perkotaan, agar menjadi filter dampak polusi yang terjadi. Menggiatkan perlindungan diri pada kelompok terpapar pencemaran udara, seperti penggunaan masker pada penjaga loket jalan tol, petugas polantas, dan sebagainya.

3. Memperkuat Gerakan masyarakat ( Community action ).
Adanya gerakan ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kesehatan tidak hanya milik pemerintah, tetapi juga milik masyarakat. Untuk dapat menciptakan gerakan kearah hidup sehata, masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan. selain itu masyarakat perlu diberdayakan agar mampu berperilaku hidup sehat. Kewajiban dalam upaya meningkatkan kesehatan sebagai usaha untuk mewujudkan derajat setinggi-tingginya, teranyata bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan. Masyarakat justru yang berkewajiban dan berperan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk memperkuat gerakan masyarakat adalah dengan adanya gerakan 3 M dalam program pemberantasan DBD, gerakan jumat bersih, gerakan seribu kondom dalam upaya pencegahan HIV-AIDS dan lain-lain.

4. Mengembangkan Ketrampilan individu ( Personal Skill )
Promosi kesehatan mendukung pengembangan individu dan sosial melalui pemberian informasi, pelatihan, dan pendidikan kesehatan. Strategi ini membekali masyarakat dengan   keterampilan dan kepercayaan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Dengan harapan semakin banyak individu yang terampil akan pelihara diri dalam bidang kesehatan, maka akan memberikan cerminan bahwa dalam kelompok dan masyarakat tersebut semuanya dalam keadaan yang sehat. ketrampilan individu sangatlah diharapkan dalam mewujudkan keadaan masyarakat yang sehat. Sebagai dasar untuk terapil tentunya individu dan masyarakat perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan mengenai kesehatan, selain itu masyarakata juga perlu dilatih mengenai cara-cara dan pola-pola hidup sehat sehingga mereka mampu memegang kendali penuh untuk membuat pilihan yang kondusif pada dirinya dan lingkungannya terkait masalah kesehatan. Strategi ini dapat diterapkan dengan baik dilingkungan sekolah, rumah-rumah, lokasi kerja dan kelompok masyarakat tertentu. Kegiatan yang bisa dilaksanakan adalah seperti penyuluhan secara individu atau kelompok seperti di Posyandu, PKK, pelatihan kader kesehatan, pelatihan dokter kecil, pelatihan guru UKS dan lain-lain.

5. Reorientasi Pelayanan Kesehatan ( Reorient health service ).
Tanggung jawab pelayanan kesehatan tidak hanya bagi pemberi pelayanan (health provider), tetapi  merupakan  tanggung jawab  bersama antara pemberi pelayanan kesehatan ( health provider ) dan pihak yang mendapatkan pelayanan. Bagi pihak pemberi pelayanan diharapkan tidak hanya sekedar memberikan pelayanan kesehatan saja, tetapi juga bisa membangkitkan peran serta aktif masyarakat untuk berperan dalam pembangunan kesehatan. Pemberi pelayanan kesehatan dalam proses pelayanan dan pembangunan kesehatan harus menyadari bahwa perannya sangatlah penting, tidak hanya sebagai subyek, tetapi sebagai obyek. Sehingga peranserta masyarakat dalam pembangunan kesehatan sangatlah diharapkan. Contoh yang bisa dilihat dilapangan adalah semakin banyaknya upaya-upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat, seperti posyandu, UKGMD, Saka bhakti Husada, poskestren dan lain-lain.

Perkembangan di seluruh dunia saat ini telah menempatkan pendekatan promosi kesehatan sebagai suatu unggulan dalam sistem kesehatan. Fokus peningkatan upaya-upaya kesehatan menegaskan bahwa promosi kesehatan merupakan prioritas dan  investasi dalam faktor-faktor penentu kesehatan.  Pandangan ke depan terkait promosi kesehatan yang telah digambarkan dalam Piagam Ottawa telah diadopsi oleh banyak negara dan organisasi di seluruh dunia dan telah menjadi suatu landasan dalam kerangka pikir untuk pemecahan berbagai permasalahan kesehatan dengan berlandaskan pada tiga strategi utama promosi kesehatan yaitu advokasi dalam bidangkesehatan untuk menciptakan kondisi menguntungkan dalam guna mendukung upaya-upaya kesehatan, pemerataaan dan kesetaraan yang memungkinkan bagi semua orang untuk dapat mencapai potensi  kesehatan mereka secara maksimal, dan mediasi antara kepentingan yang berbeda dalam masyarakat untuk meraih tujuan kesehatan.

ELIMINASI KASUS RABIES DI PROVINSI BALI (POLA UP-MID-DOWNSTREAM)


Provinsi Bali menempati peringkat teratas dalam kasus rabies di Indonesia selama kurun waktu dua tahun terakhir, walaupun angka kasus rabies di Bali tahun menurun 68 persen dibanding  tahun lalu. Pada Januari hingga Desember 2010 sebanyak 82 kasus rabies terjadi, sementara pada Januari hingga Oktober 2011 terdapat 19 kasus rabies.

Berdasarkan data Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI Denpasar, jumlah kasus gigitan anjing terhadap manusia di Bali jumlahnya dua kali lipat secara nasional dalam kurun waktu setahun. Sebanyak  20.000 kasus gigitan terjadi di 23 provinsi di Indonesia di antaranya, Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Flores sedangkan di Provinsi Bali dalam setahun terjadi 40.000  kasus  gigitan dan menimbulkan korban jiwa sebanyak 125 orang.
Penyebab tingginya kasus rabies di Bali adalah budaya masyarakat Bali yang memelihara anjing, populasi anjing tinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia yaitu terdapat 540 ribu ekor atau  96 ekor anjing setiap satu kilometer, sedangkan di daerah lain hanya lima ekor/km (Yayasan Yudisthira Swarga).

Berbagai tindakan pencegahan telah dilakukan Pemerintah Provinsi Bali melalui dinas terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan dan RSUD maupun RS Sanglah sebagai RS Rujukan.  Pencegahan sekunder (midstream) lebih banyak melibatkan pihak rumah sakit dalam pengobatan pasien yang tergigit anjing rabies, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi maupun keparahan rabies sehingga pasien bisa sembuh. Pencegahan tersier (downstream) yang bertujuan untuk membantu memulihkan kondisi pasien.

Pengobatan setelah terpapar, dikenal sebagai profilaksis pasca pajanan atau "PEP", sangat berhasil dalam mencegah penyakit jika diberikan segera, umumnya dalam waktu sepuluh hari infeksi. Seksama mencuci luka secepat mungkin dengan sabun dan air selama sekitar lima menit sangat efektif dalam mengurangi jumlah partikel virus. Antiseptik virucidal seperti povidone-iodine, tingtur yodium, larutan yodium berair atau alkohol (etanol) harus diterapkan untuk mencuci selaput lendir ekspos seperti mata, hidung atau mulut harus dibilas dengan air.

 Di Amerika Serikat, pasien menerima satu dosis imunoglobulin rabies pada manusia (HRIG) dan empat dosis vaksin rabies selama empat belas hari. Dosis imunoglobulin tidak boleh melebihi 20 unit per kilogram berat badan. HRIG sangat mahal dan merupakan sebagian besar biaya pengobatan pasca pajanan. Dosis pertama vaksin rabies diberikan sesegera mungkin setelah paparan, dengan dosis tambahan pada hari-hari tiga, tujuh dan empat belas setelah yang pertama.

Penatalaksanaan pengobatan rabies di Prov Bali mengacu pada hal tersebut, pemberian vaksin sesegera mungkin setelah digigit anjing dan dilakukan vaksinasi ulang tujuh dan empat belas setelah yang pertama.

 Seluruh petugas medis rumah sakit dan Puskesmas di Bali mewaspadai risiko penularan rabies antar manusia. Paparan virus ini bisa terjadi lewat kontak langsung melalui cairan air liur atau luka terbuka yang menjadi sumber virus. Di RS Sanglah yang menjadi rabies center, tiap hari melayani vaksinasi sekitar 50 warga terbanyak warga Denpasar, disusul warga dari kabupaten lain di Bali.

Pencegahan primer  pada upstream  melibatkan kebijakan dan sistem yang berlaku dari lembaga negara/pemerintah maupun dari masyarakat. Salah satu sistem yang dilaksanakan Dinas Peternakan Provinsi Bali adalah  mengembangkan sistem yang bertujuan untuk mempercepat proses pengendalian rabies di Bali,  meliputi prosedur  kerja pemantauan, pelatihan SDM hingga teknik uji laboratorium.

Hasilnya adalah dari 266 desa yang sebelumnya dinyatakan tertular rabies, tinggal 44 desa yang masih tertular rabies. Apalagi saat ini cakupan vaksinasi anjing tahap dua di Bali telah mencapai sekitar 50 persen dari sekitar 360.000 populasi anjing di Bali. cakupan vaksinasi massal secara intens di lokasi wabah Kabupaten Badung pada Desember-Januari ini hanya 35% yakni 16.776 ekor.sementara di Denpasar cakupannya kurang dari 40% yakni 19 ribu ekor.
Kehidupan sosial kemasyarakatan penduduk di Bali tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan  Desa Pekraman. Selain sebagai pusat pengembangan kebudayaan Bali., Desa Pekraman juga dijadikan wahana untuk menjalankan program-program pembangunan di Bali baik yang berskala lokal maupun nasional termasuk pembangunan di sektor kesehatan. Ini merupakan salah satu contoh intervensi upstream dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat  yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengubah peran masyarakat, termasuk mengubah infrastruktur dan sistem dalam masyarakat.

Peran desa pekraman sangat penting dalam upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Bali. Salah satunya dalam mengeliminasi rabies, agar masyarakat memelihara anjing peliharaannya dengan baik, perlu ada aturan mengenai hal tersebut dan dipertegas dengan menyertakan sangsi bila ada yang melanggarnya. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan masyarakat mau melaksanakan perilaku sehat tersebut dan tentunya diharapkan kedepan akan menjadi kebiasaan, untuk selanjutnya menjadi budaya masyarakat.
 Peraturan-peraturan mengenai hal tersebut memang sebagian besar sudah ada, namun belum tersosialisasi ke seluruh masyarakat. Belum berjalannya penegakkan kasus hukum secara tegas bagi masyarakat yang melanggarnya menyebabkan terkesan peraturan yang sudah ada ini belum efektif. Awig-awig atau perarem yang ada di desa pekraman bisa menjadi jawaban terhadap permasalahan di atas.Seperti ketentuan dalam pemeliharaan hewan yang berkaitan dengan penanggulangan rabies yaitu tidak boleh meliarkan anjing. Adanya perarem/awig-awig ini telah dirasakan manfaatnya dalam penanggulangan rabies di Bali.

Provinsi Bali mengakui gagal mencapai target bebas rabies pada 2012. Pasalnya, hingga pertengahan tahun 2011 kasus rabies masih terjadi di provinsi Bali. Berdasarkan ketentuan badan kesehatan dunia, WHO, sebuah daerah dikatakan bebas rabies jika dalam dua tahun terakhir tidak ditemukan kasus rabies di daerah tersebut.

Beberapa hal  bisa dievaluasi pada kegiatan eliminasi yang sudah dilaksanakan secara lintas sektor dan lintas program, walaupun sudah dilakukan kegiatan pencegahan primer, skunder dan tersier dari upstream, midtream sampai pada downstream. 

Pada pencegahan primer dengan melakukan vaksinasi anjing sudah dilakukan 2 ronde di seluruh Bali, terdapat  sejumlah kendala penanggulangan rabies di Bali di antaranya vaksinasi massal kurang memberikan hasil optimal karena informasi tidak sampai masyarakat dan rendahnya cakupan vaksinasi.

Data dari Dinas Peternakan Provinsi Bali menunjukkan secara keseluruhan 273 desa telah tertular rabies. Namun 173 desa dinyatakan telah bebas  karena dalam satu tahun terakhir tidak lagi ditemukan kasus rabies di desa-desa tersebut, sedangkan 16 desa sebagai daerah penularan rabies baru kemungkinan belum seluruh anjing mendapat vaksinasi, terutama anjing-anjing liar.

Eliminasi anjing liar masih sulit karena hambatan geografis dan ada protes dari pegiat kesejahteraan hewan. Selain itu penggunaan vaksin rabies yang dibooster (vaksin kedua) setelah tiga bulan sangat melelahkan karena sulit menemukan anjing yang telah divaksin sebelumnya dan sulit menangkap kembali anjing jalanan Bali untuk booster.

Tidak semua strategi penanggulangan yang ditetapkan berjalan, misalnya mekanisme pengendalian rabies melalui penutupan wilayah dan pengawasan Check points seperti pelabuhan darat, laut, dan udara belum berjalan karen masih ada kasus penyelundupan.

Sanksi atau tanggung jawab moral pada pemilik anjing yang menggigit orang belum nampak., sehingga masyarakat merasa tidak terlibat dalam pencegahan rabies.

vaksinasi anjing di seluruh Bali. Tapi hal ini sangat sulit dilakukan karena keterbatasan dana dan teknis pemberian VAR pada puluhan ribu anjing yang sebagian besar diliarkan.

Pada tahun 2011 pemerintah provinsi Bali telah mengalokasikan dana mencapai 6 Miliar rupiah untuk penanggulangan rabies. Pada tahun lalu pemerintah provinsi Bali mengalokasikan dana mencapai 3 Miliar rupiah.

Balai Besar Veteriner (BBV) Bali saat ini sedang melakukan penelusuran masuknya virus rabies ke Bali. Diduga disebarkan oleh wondering dog. Dicurigai sumbernya dari wilayah endemik rabies di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.

Selain itu juga adanya ketidaksiagaan perawatan gigitan anjing hanya dengan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) tanpa pemberian serum anti rabies (SAR) atau Rabies Immunoglobulin (RIG) pada kasus gigitan anjing berisiko tinggi seperti luka dalam dan lokasi gigitan dari lengan ke atas. Pemberian SAR dan VAR adalah standar baku internasional.
Akhirnya, Bali kini telah menetapkan target ulang menjadi bebas rabies pada 2015. Guna mencapai target ini pemerintah provinsi berusaha agar pada 2012 tidak lagi ditemukan kasus rabies di Bali.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG


Pengertian Kesehatan Masyarakat menurut Winslow (1920) adalah Ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat. Ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multi disipliner, karena pada dasarnya masalah Kesehatan Masyarakat bersifat multikausal, sehingga untuk menyelesaikan atau pemecahan masalah dilakukan secara multidisiplin. Semua kegiatan baik langsung maupun tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).


Ilmu kesehatan masyarakat merupakan suatu rentetan sejarah panjang kehidupan manusia dan lingkungannya, dimana perkembangannya di seluruh dunia terkait satu dengan lainnya. Terdapat momentum-momentum sejarah perkembangan kesehatan masyarakat yang merupakan tonggak awal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kesehatan masyarakat saat ini.Sejarah kesehatan masyarakat di negara-negara maju mempunyai peran terhadap perkembangan ilmu dan tekhnologi kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Negara Maju
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat, tidak hanya dimulai pada munculnya ilmu pengetahuan saja melainkan sudah dimulai sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan modern. Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit. Telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut tercatat dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota, pengaturan air minum, dan sebagainya.
Pada zaman ini juga diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan kotoran (latrin) umum, meskipun alasan dibuatnya latrine tersebut bukan karena kesehatan. Dibangunnya latrine umum pada saat itu bukan karena tinja atau kotoran manusia dapat menularkan penyakit tetapi tinja menimbulkan bau tak enak dan pandangan yang tidak menyedapkan.Demikian juga masyarakat membuat sumur pada waktu itu dengan alasan bahwa minum air kali yang mengalir sudah kotor itu terasa tidak enak, bukan karena minum air kali dapat menyebabkan penyakit (Greene, 1984).
Dari dokumen lain tercatat bahwa pada zaman Romawi kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan masyarakat mencatatkan pembangunan rumah, melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya, dan binatang-binatang piaraan yang menimbulkan bau, dan sebagainya. Bahkan pada waktu itu telah ada keharusan pemerintah kerajaan untuk melakukan supervisi atau peninjauan kepada tempat-tempat minuman (public bar), warung makan, tempat-tempat prostitusi dan sebagainya (Hanlon, 1974).
Dari catatan-catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat, namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan oleh orang pada zamannya.

Ruang Lingkup dan Permasalahan dalam Sejarah Kesehatan Masyarakat (themes and problems in the history of public health)
Beberapa permasalahan terjadi berkaitan dengan kebijakan, pola pikir, garis batas negara dan kepentingan dalam sejarah kesehatan masyarakat, diantaranya adalah :

a.      Masyarakat dan Negara
Negara dan masyarakat bukanlah suatu istilah yang bisa saling dipertukarkan. Namun negara yang berkaitan dengan penduduk, akan berbeda kebijakan terkait hubungan kesehatan dari masyarakat dalam kelompok warga, pembicaraan secara rasional dan keritikal terkait keduanya hampir sama.

b.      Keragaman Negara
Saat segala pertimbangan bisa diterima secara luas dan telah menjadi agenda pertanggung jawaban negara, tidak semua negara melakukan reaksi terhadap hal tersebut. Fokus kesehatan masyarakat masih berada di tingkat lokal, yang tanggung jawab dan yurisdiksinya kadang tidak jelas dan tumpang tindih. Namun negara sendiri menjadi suatu unit yang dibentuk untuk mengatasi masalah secara global tidak hanya sekedar hal yang terkait dengan manusia saja.

c.      Tujuan Negara
Jika saat ini kesehatan dianggap sebagai suatu hal terkait otonomi biologis individu, yang baru saja menjadi tujuan program kesehatan masyarakat, dahulu kesehatan berarti penyaluran kebutuhan untuk pekerja dan tentara, pengendalian jumlah penduduk, perlindungan terhadap kalangan elit tertentu, peningkatan cadangan genetik dalam populasi serta stabilitasi lingkungan.

2.    Peranan Kesehatan Masyarakat dalam mengatasi Epidemi
Pada permulaan abad pertama sampai kira-kira abad ke-7 kesehatan masyarakat makin dirasakan kepentingannya karena berbagai macam penyakit menular mulai menyerang sebagian besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi endemi.
Penelitian John Snow tentang penyebab kematian karena kolera di London pada th 1848-1849 dan 1853-1854 telah memperlihatkan adanya asosiasi antara sumber air minum (sungai Thames) dan kematian karena kolera di distrik-distrik yang ada di Inggris. Akhirnya muncul teori tentang penyakit infeksi secara umum dan menyimpulkan penyakit kolera menyebar karena adanya air yang terkontaminasi (ini terjadi sebelum adanya penemuan organisme penyebab kolera) sehingga itu mendorong perbaikan mutu penyaluran air.
Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan endemi penyakit-penyakit tersebut, orang telah mulai memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi lingkungan. Pembuangan kotoran manusia (latrin), pengusahaan air minum yang bersih, pembuangan sampah, ventilasi rumah telah tercatat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada waktu itu.

3. Perkembangan Kesehatan Masyarakat pada Masa Liberalisme dan sesudahnya
Dekade setelah Perang  Dunia Kedua membawa pergeseran nilai yang ditandai dengan fokus dibidang kesehatan masyarakat dan harapan masyarakat. Di negara maju, penyakit menular yang telah begitu lama menjadi fokus utama kesehatan masyarakat telah surut, dengan polio menjadi yang terakhir dari epidemi yang mengejutkan, mampu menurunkan korban dengan pemberian imunisasi, antibiotik, atau pengendalian epidemiologi atau lingkungan (Rogers 1990). 
Masa perkembangan epidemiologi modern dimulai pada tahun 1950 an dumlai dengan studi follow up terhadap dokter-dokter di  Inggris untuk memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara kebiasaan merokok dan perkembangan penyakit kanker paru
Dengan penaklukan fasisme dan diikuti dengan runtuhnya komunisme, liberalisme muncul kembali. Ini dilambangkan dalam pernyataan  Badan Kesehatan Dunia (WHO), bahwa kesehatan dan kesejahteraan  adalah hak asasi bagi semua manusia (WHO 1968). Hal Ini adalah kewajiban bagi negara untuk memberikan hak tersebut kepada penduduknya mereka. Dalam beberapa kondisi, konflik antara kesehatan masyarakat sebagai suatu keharusan dan hak-hak sipil kembali muncul. Ini tetap menjadi isu yang paling tangguh yang harus dihadapi oleh kesehatan masyarakat. Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Kalau pada abad-abad sebelumnya masalah kesehatan khususnya penyakit hanya dilihat sebagai fenomena biologis dan pendekatan yang dilakukan hanya secara biologis yang sempit, maka mulai abad ke-19 masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu pendekatan masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral.Disamping itu pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacar, Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang operasi dan William Marton menemukan ether sebagai anestesi pada waktu operasi.
Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat Inggris terserang epidemi (wabah) kolera, terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan yang miskin. Kemudian parlemen Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera ini.
Edwin Chadwich seorang pakar sosial (social scientist) sebagai ketua komisi ini akhirnya melaporkan hasil penyelidikannya sebagai berikut : Masyarakat hidup di suatu kondisi sanitasi yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa. Disamping itu ditemukan sebagian besar masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari, dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup. Sehingga sebagian masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bergizi.
Laporan Chadwich ini dilengkapi dengan analisis data statistik yang bagus dan sahih. Berdasarkan laporan hasil penyelidikan Chadwich ini, akhirnya parlemen mengeluarkan undang-undang yang isinya mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk, termasuk sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik dan sebagainya. Pada tahun 1848, John Simon diangkat oleh pemerintah Inggris untuk menangani masalah kesehatan penduduk (masyarakat).
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893 John Hopkins, seorang pedagang wiski dari Baltimore Amerika mempelopori berdirinya universitas dan didalamnya terdapat sekolah (Fakultas) Kedokteran.
Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya. Dari kurikulum sekolah-sekolah kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat sudah diperhatikan. Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan kegiatan penerapan ilmu di masyarakat.
Pengembangan kurikulum sekolah kedokteran sudah didasarkan kepada suatu asumsi bahwa penyakit dan kesehatan itu merupakan hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik, lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk kondisi kerja), kebiasaan perorangan dan pelayanan kedokteran / kesehatan.
Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada tahun 1855 pemerintah Amerika telah membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali. Fungsi departemen ini adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk (public), termasuk perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan.
Departemen kesehatan ini sebenarnya merupakan peningkatan departemen kesehatan kota yang telah dibentuk di masing-masing kota, seperti Baltimor telah terbentuk pada tahun 1798, South Carolina tahun 1813, Philadelphia tahun 1818, dan sebagainya.
Pada tahun 1872 telah diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai perhatian kesehatan masyarakat baik dari universitas maupun dari pemerintah di kota New York. Pertemuan tersebut menghasilkan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association).

C.  Sejarah dan Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Negara Berkembang

Sejarah dan Perkembangan Kesehatan Masyarakat Awal Ilmu Kesehatan masyarakat
Penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 tersebut telah menjadi pusat endemi kolera. Disamping itu lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui para emigran.
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India. Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari karena pes.
Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh dunia waktu itu mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu disebut “the Black Death”. Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes, wabah kolera dan tipus masih berlangsung.
Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang meninggal, dan pada tahun 1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena penyakit menular. Pada tahun 1759, 70.000 orang penduduk kepulauan Cyprus meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah pada waktu itu antara lain difteri, tipus, disentri dan sebagainya.Perdagangan Dunia selama abad ke 18 dan 19 dalam upaya eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam membawa pada penjelajahan ke bagian lain dari dunia. Negara Eropa dan Amerika bersaing dalam penguasaan wilayah. Dalam upaya untuk mempertahankan teritorial masing-masing mereka menempatkan orang-orangnya secara bergantian dari satu tempat ke tempat lain untuk keperluan militer dan ekonomi. Ribuan warga Afrika dan Asia di bawa ke Amerika pada Abad ke-18 dan ke-19 untuk dipekerjaan di perkebunan atau pembuatan konstruksi rel kereta api. Kemudian mereka pun akan dipindahkan lagi ke India dan beberapa negara di asia untuk bekerja di perkebunan yang lebih luas. Dengan perluasan perdagangan dan penguasaan wilayah, penyakit menyebar ke seluruh dunia sepanjang rute perdagangan
Untuk melindungi kesehatan rakyat dan pekerjanya, penguasa kolonial menegakkan hukum serupa dengan yang berlaku di negaranya. Undang-undang kesehatan masyarakat yang spesifik bervariasi di setiap penguasa kolonial, namun jejak yang masih ada seperti undang-undang kesehatan masyarakat, undang-undang kepemerintahan, undang-undang sipil, undang-undang pabrik, undang-undang pemalsuan makanan, undang-undang vaksinasi dan undang-undang tentang penyakit menular masih berlaku selama beberapa dekade, seperti dibanyak negara di Asia, Pasifik, Negara Bagian Amerika dan Afrika sebagai bekas koloni Inggris, Spanyol, Prancis, Amerika ataupun Belanda masih berlaku. Para kolonial telah mencanangkan inisiatif penting dalam pencegahan dan pengendalian kesehatan masyarakat internasional melalui vaksinasi cacar yang awalnya diberikan pada para pekerja administrasi kolonial dan kemudian pada pekerja kasarnya.
Misionaris agama dari Eropa dan Amerika juga melakukan ekspedisi ke seluruh dunia bersama dengan kekuasaan kolonial. Banyak dari mereka, memiliki latar belakang medis allopathic, sehingga kemudian mendirikan lembaga-lembaga perawatan medis serta sistem pendidikan umum, termasuksekolah keperawatan danmedis. Misionaris ini mendirikan klinik kesehatan atau apotik pada awalnya dan kemudian berkembang menjadi rumah sakit di negara-negara kolonial.
Diakhir abad ke-18 terjadi suatu momentum peningkatan dalam pendidikan kesehatan masyarakat yaitu dengan pembentukan program sarjana dan pascasarjana yang dirancang khusus untuk kesehatan masyarakat, awalnya di negara-negara asal koloni kemudian di kembangkan di koloni-koloni mereka. 
Sekolah perintis kesehatan masyarakat didirikan di negara-negara kolonial di akhir abad  ke-19 dan awal abad ke-20, dengan maksud agar dapat berfungsi sebagai pusat untuk pengembangan kebijakan terkait kesehatan masyarakat, dan untuk melatih orang-orang yang akan melayani warga negaranya di wilayah kolonial atau pekerja di daerah tropis.
Namun, perkembangan aktual kesehatan masyarakat dan pelayanan keperawatan medis untuk masyarakat umum masih belum sempurna di negara-negara bekas wilayah jajahan. Jutaan orang yang bergerak ke daerah-daerah yang benar-benar asing telah menyebabkan tingginya insiden kematian dan cacat. Para pekerja yang terlantar sering meninggal karena cacar, malaria, demam kuning, tifus, tifoid, dan kolera, atau mereka telah dinonaktifkan kerja karena frambusia, kusta, dan sifilis. 
Terjangkitnya penyakit menular menjadi potensi hambatan yang sangat besar di daerah kolial baru. Hal ini memicu ledakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di awal abad ke-20, terutama di bidang fisika, mikrobiologi, biokimia, farmakologi dan diagnostik  dalam praktek kesehatan masyarakat.

Perkembangan Kesehatan Masyarakat yang berorientasi ilmu pengetahuan (science-oriented public health)
Negara-negara jajahan melihat akhir Perang Dunia Kedua sebagai awal dari berakhirnya kekuasaan penjajah. Negara-negara tersebut berharap untuk dapat membangun negaranya kearah perdamaian dan bangkit dari penderitaan dan kekurangan setelah bebas dari penjajahan. Kegiatan rekonstruksi untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial segera dilaksanakan untuk mengejar ketinggalan dengan memanfaatkan tehnologi yang ditinggalkan pada jaman penjajahan.
Pada masa awal dari periode rekonstruksi disebut sebagai  jaman kontradiksi dan peluang. Waktu untuk meningkatkan kemakmuran  di negara maju, dalam upaya penuntasan kemiskinan dari mereka yang kurang mampu di seluruh dunia. Periode ini juga disebut sebagai jaman peluang, yakni dalam melihat kemajuan ilmiah dan teknologi luar biasa sehingga mampu membuka   pemandangan  dan  kemungkinan tak terbatas untuk memecahkan  permasalahan kuno tentang kemiskinan dan penyakit (Gunaratne 1977).  Berbagai penemuan dan inovasi selama dan sesudah Perang Dunia Kedua memberikan dorongan luar biasa untuk aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti pesawat jet, microwave, radar, dan fasilitas telekomunikasi lainnya termasuk  satelit. Penemuan dan produksi massal kina, dichloro diphenyl trichloroethane (DDT), penisilin, dan sulfonamida, pengembangan vaksin  dan  obat baru yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit menular, pengenalan pil KB dan suntikan, pengenalan dan penggunaan  komputer, dan perbaikan dalam pencitraan teknologi (X-ray dan CT scan) memfasilitasi aplikasi canggih dalam praktek kesehatan masyarakat. Kemajuan  dalam mikrobiologi dan imunologi memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan vaksin dan teknologi diagnostic. Sebuah pencapaian luar biasa dalam bidang pangan dan gizi adalah hilangnya virtual skala besar dari banyak kelaparan.

Sejarah keberhasilan Ilmu Kesehatan Masyarakat di negara berkembang (public health successes)
Keberhasilan terbesar dicapai oleh negara-negara berkembang pada abad kedua puluh adalah pencegahan dan pengendalian serta pemberantasan tuntas penyakit cacar, yaitu suatu penyakit menular  mengerikan yang telah ada sejak jaman dahulu. Sebagai tindakan pencegahan kesehatan masyarakat, inokulasi nanah diambil dari   kasus  cacar ke orang sehat, hal ini telah dipraktekkan di Asia sejak zaman kuno. Metode variolation menyebar ke Eropa dan bagian lain dunia pada abad ketujuh belas.  Saat itu telah disederhanakan dan banyak digunakan untuk pencegahan dan pengendalian cacar. Pada 1796, Edward Jenner memperkenalkan teknik modifikasi dari variolation dengan meng- gunakan bahan cacar sapi. Masyarakat ilmiah di Eropa perlahan-lahan menerima hasil eksperimen ini . Kemudian, masa  inokulasi  menggunakan bahan cacar sapi (disebut vaksinasi) diperkenalkan secara luas, di Inggris pertama dan kemudian di seluruh Eropa dan bagian lain dari dunia kolonial. Bahan vaksin yang telah dikeringkan pada kaca, itu bisa dikirim ke seluruh bagian dunia. Penerimaan yang lebih luas dari vaksinasi massal ini telah menyebabkan penyakit cacar berhenti menjadi ancaman utama di kebanyakan negara Eropa dan Amerika  pada  awal abad kedua puluh (Henderson 1997).
Pada awal abad kedua puluh, Prancis, kemudian diikuti oleh Belanda, memproduksi vaksin cacar yang beku dan kering dalam jumlah besar, yang diperuntukkan setiap tahunnya untuk koloni mereka sendiri di Afrika dan Asia. Institut Lister di London telah mengembangkan teknologi beku-kering untuk memproduksi vaksin di awal 1950-an. Sejak itu, vaksin beku-kering cacar stabil diproduksi komersial dengan skala besar dan telah menyebar ke negara-negara maju lain dan kemudian ke negara-negara berkembang yang baru merdeka.

Ringkasan
Kesehatan masyarakat merupakan elemen inti dari permasalahan-permasalahan yang merupakan bagian dari sejarah negara maju. Beberapa masalah penyakit dan epidemi yang timbul dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan tehnologi pada masa itu coba dipecahkan yang kini menjadi dasar-dasar pelaksanaan program kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Perkembangan kesehatan masyarakat di negara maju pada masa liberalisme, banyak menghasilkan penemuan-penemuan yang merubah cara pandang seluruh masyarakat di dunia terkait kesehatan masyarakat.
Perkembangan ilmu kesehatan di negara-negara berkembang merupakan dampak dari era penjajahan, negara-negara kolonial menerapkan kebijakan terkait kesehatan masyarakat di negara-negara jajahannya yang hingga saat ini masih diterapkan. Setelah era penjajahan, masing-masing negara bekas jajahan berupaya mengembangkan ilmu pengetahauan dan tehnologi yang ditinggalkan oleh negara-negara kolonial untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial serta upaya-upaya dalam bidang kesehatan masyarakat.   
Saat ini, pada abad 21 banyak masalah kesehatan masyarakat yang timbul di seluruh belahan dunia. Munculnya penyakit infeksi yang baru seperti: SARS, Flu burung maupun flu babi serta penyakit tidak menular yang dihadapi oleh Inggris, Amerika Serikat, Jepang dan beberapa Negara industri lainnya.  Penyakit tidak menular dimulai dari penggunaan tembakau yang berlebihan (kebiasaaan merokok), pola makan tinggi lemak, konsumsi alkohol serta kurangnya aktifitas fisik. Sedangkan pada Negara berkembang, penyakit menular masih merupakan penyebab utama kematian diiringi dengan peningkatan kejadian penyakit tidak menular seperti di Negara maju karena meningkatnya kesejahteraan dan ekonomi masyarakat serta kondisi dan perilaku masyarakat yang tidak sehat.